Pages

Selasa, 09 April 2013


HAM (Hak Asasi Manusia)


1.  Hak Asasi Manusia di Indonesia
Menurut teaching human right yang diterbitkan oleh perserikatan bangsa-bangsa (PBB),hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia,yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.hak hidup misalnya,adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup.Tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.
HAM di Indonesia telah berlangsung seiring dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Secara garis besar perkembangan pemikiran HAM di indonesia dapat dibagi ke dalam dua periode, yaitu : sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah kemerdekaan.
    1. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo (1908),Sarekat Islam (1911),Indische Partij (1912),Partai Komunis Indonesia (1920)Perhimpunan Indonesia (1925),dan Partai Nasional Indonesia (1927).Lahirnya organisasi pergerakan nasional itu tidak bisa dilepaskan dari sejarah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penguasa kolonial ,penjajahan,dan pemerasan hak-hak masyarakat terjajah .puncak perdebatan HAM yang dilonyarkan oleh para tokoh pergerakan nasional,seperti Soekarno, Agus salim, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, K.H.Mas Mansur, K.H. Wachid Hasyim, Mr.Maramis, terjadi dalam sidang-sidang BPUPKI.
Dalam sejarah pemikiran HAM di indonesia, Boedi Oetomo mewakali organisasi pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petis-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar.Inti dari perrjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
    1. Periode setelah kemerdekaan
Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode pasca kemerdekaan Indonesia: 1945-1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, dan periode HAM Indonesia kontemporer (pasca orde baru).
1.     Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan,serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.sepanjang periode.


2. Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dikenal dengan masa perlementer . Sejarah pemikiran HAM pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.Sejalan dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan politik nasional.Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:
1.       Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2.       Adanya kebebasan pers.
3.       Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis   
4.      Kontrol parlemen atas eksekutif
5.      perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
3.     Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh sistem Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.Demokrasi Terpimpin (Guided Democrary) tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Soekarno terhaddap sistem Demokrasi Parlementer yang di nilainya sebagai produk barat.Menurut Soekarno Demokrasi Parementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang elah memiliki tradisinya sendiri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Melalui sistem Demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat di tangan Presiden. Presiden tidak dapat di kontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen di kendalikan oleh Presiden. Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolut, bahkan di nobatkan sebagai Presiden RI seumur hidup. Akibat langsung dari model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah yang otoriter.
4.     Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya orde baru menjanjikan harapan baru bagi Penegak HAM di Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan orde baru.Namun pada kenyataanya, Orde baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia.Janji-janji Orde Baru tentang pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat sejak awal 1970-an hingga 1980-an.
            Setelah mendapatkan mandat konstitusional dari sidang MPRS, pemerintah Orde Baru mulai menunjukkan watak aslinya sebagai kekuasaan yang anti HAM yang di anggapnya sebagai produk barat.Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang pernah di kemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik Demokrasi Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan Prinsip HAM yang lahir di barat dengan budaya lokal Indonesia. Sama halnya dengan Orde Lama,Orde Baru memandang HAM dan demokrasi bsebagai produk Barat yang individualistik dan bertentangan
5.     Periode pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di indonesia.Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM,setelah tiga puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim otoriter.Pada tahun ini Presiden Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Wakil presiden RI.
Pada masa Habibie misalnya, perhatian pemerintah terhadap pelaksanaan HAM mengalami perkembangan yang sangat signifikan.Lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikatorkeseriusan pemerintahan era reformasi akan penegakan HAM.Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di antaranya:konvensi HAM tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi;konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan kejam;konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial;konvensi tentang penghapusan kkerja paksa;konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan;serta konvensi tentang usia minimum untuk di perbolehkan bakarja.
Komitmen pemerintah terhadap penegakan HAM juga di tunjukkan dengan pengesahan UU tentang HAM,pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian di gabung dengan Departeman Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departeman Kehakiman dan HAM,penambahan pasal-pasal khusus tentang HAM dalam amandemen UUD 1945,pengesahan UU tentang pengadilan HAM.
Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Indonesia merupakan negara yang sangat menghargai kebebasan. Juga, Indonesia sangat menghargai hak asasi manusia(HAM). Ini bisa dilihat dengan adanya TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM yang cukup memadai. Ini merupakan tonggak baru bagi sejarah HAM Indonesia.ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi Indonesia, karena baru Indonesia dan Afrika Selatan yang mempunyai undang undang peradilan HAM. Aplikasi dari undang undang ini adalah sudah mulai adanya penegakan HAM yang lebih baik, dengan ditandai dengan adanya komisi nasional HAM dan peradilan HAM nasional.
         Dengan adanya penegakan HAM yang lebih baik ini, membuat pandangan dunia terhadap Indonesia kian membaik. Tapi, meskipun penegakan HAM di Indonesia lebih baik, Indonesia tidak boleh senang dulu, karena masih ada setumpuk PR tentang penegakan HAM di Indonesia yang belum tuntas. Diantara DPR itu adalah masalah kekerasan di Aceh, di Ambon, Palu, dan Irian Jaya tragedy Priok, kekerasan pembantaian ”dukun santet” di Banyuwangi, Ciamis, dan berbagai daerah lain, tragedi Mei di Jakarta, Solo, dan berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu, 27 Juli 1996, penangkapan yang salah tangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa terekayasa di berbagai kota, yang bagaikan kisah bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir pemerintahan kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi, kasus-kasus penghilangan warga negara secara paksa, dan sebagainya.
             Pemerintah di negeri ini, harus lebih serius dalam menangani kasus HAM ini jika ingin lebih dihargai dunia. Karena itu, pemerintah harus membuat aturan aturan yang lebih baik. Juga kejelasan pelaksanaan aturan itu.Tetapi, yang jelas penegakan HAM tidak akan terlaksana tanpa adanya partisipasi dan dukungan masyarakat kepada pemerintah, dan juga keseriusan pemerintah dalam menegakan HAM, karena itu merupakan hak dasar setiap orang.

2. Pasal – Pasal Yang Terdapat Didalam BAB XA UUD 1945 Tentang HAM
Berdasarkan amandemen UUD 1945, hak asasi manusia tercantum dalam Bab X A Pasal 28 A sampai dengan 28 J, sebagaimana tercantum berikut ini :
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28 B
1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dan kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28 C
1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 28 D
1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28 E
1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran. memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggakannya, serta berhak kembali
2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28 G
1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dan ancaman kelakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan alau perlakuan yang rnerendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suara politik dari negara lain.
Pasal 28 H
1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapalkan lingkungan hid up yang baik dan sehal serfa berhak memperoleh pefayanan kesehatan
2) Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.
4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.
Pasal 28 I
1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, Terutama pemerintah.
5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28 J
1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan partimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis


3.   Peranan hukum di Indonesia
Menurut saya peranan hukum di Indonesia belum berjalan dengan baik, karena kebanyakan orang akan menjawab hukum di Indonesia itu yang menang yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran milik negara dapat berkeliaran dengan bebasnya.
         Hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum. Hukum pidana bukan hanya berbicara tentang putusan pengadilan atas penanganan perkara pidana, tetapi juga meliputi semua proses dan sistem peradilan pidana. Semua proses pidana itulah yang saat ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya, atau perilaku aparatnya yang jauh dari kebaikan. Di awal tahun 2010, kita dapat mengatakan semua institusi penegak hukum dalam proses pidana mendapat sorotan yang tajam.

Contoh kasus : Dari kepolisian kita akan mendengar banyaknya kasus penganiayaan dan pemerasan terhadap seorang tersangka yang dilakukan oknum polisi pada saat proses penyidikan. Terakhir perihal kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Institusi kejaksaan juga tidak luput dari cercaaan, dengan tidak bisa membuktikannya kesalahan seorang terdakwa di pengadilan, bahkan terakhir muncul satu kasus dimana jaksa gagal melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum yang baik setelah surat dakwaannya dinyatakan tidak dapat diterima. Adanya surat dakwaan yang tidak dapat diterima oleh majelis hakim, menunjukkan bahwa jaksa tersebut telah menjalankan tugasnya dengan dengan tidak profesioanl dan bertanggung jawab. Ironisnya tidak diterimanya surat dakwaan tersebut disebabkan karena hampir sebagian besar tanda tangan di berita acara pemeriksaan (BAP) merupakan tanda tangan palsu. Akhirnya proses pidana sampai di tangan hakim (pengadilan) untuk diputus apakah terdakwa bersalah atau tidak. Hakim sebagai orang yang dianggap sebagai ujung tombak untuk mewujudkan adanya keadilan, ternyata tidak luput juga dari cercaan masyarakat. Banyaknya putusan yang dianggap tidak adil oleh masyarakat telah menyebabkan adanya berbagai aksi yang merujuk pada kekecewaan pada hukum. Banyaknya kekecewaan terhadap pengadilan (hakim) ini terkait dengan merebaknya isu mafia peradilan yang terjadi di tubuh lembaga berlambang pengayoman tersebut. Institusi yang seharusnya mengayomi hukum ini sempat menyeret nama pimppinan tertingginya sebagai salah satu mafia peradilan. Meskipun kebenarannya sampai saat ini belum terbukti, namun kasus ini menunjukkan bahwa pengadilan masuk sebagai lembaga yang tidak dipercaya oleh masyarakat. Jika kita sudah tidak percaya lagi pada pengadilan, pada institusi mana lagi kita akan meminta keadilan di negeri ini?
Mafia peradilan ternyata tidak hanya menyeret nama hakim semata, tetapi justru sudah merebak sampai pegawai-pegawainya. Panitera pengadilan yang tugasnya tidak memutus perkara ternyata juga tidak luput dari jerat mafia suap. Bahkan kasus suap ini telah menyeret beberapa nama sampai ke pengadilan. Ironisnya mafia ini juga sampai ke tangan para wakil rakyat yang ada di kursi pemerintahan. Sungguh ironis sekali kenyataan yang kita lihat sampai hari ini, yang semakin membuat bopeng wajah hukum Indonesia.
Uraian di atas menunjukkan betapa rusaknya hukum di Indonesia. Mungkin yang tidak mendapat sorotan adalah lembaga pemasyarakatan karena tidak banyak orang yang mengamatinya. Tetapi lembaga ini sebenarnya juga tidak dapat dikatakan sempurna. Lembaga yang seharusnya berperan dalam memulihkan sifat para warga binaan (terpidana) ternyata tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Jumlah narapidana yang melebihi dua kali lipat dari kapasitasnya menjadikan nasib narapidana juga semakin buruk. Mereka tidak tambah sadar, tetapi justru belajar melakukan tindak pidana baru setelah berkenalan dengan narapidana lainnya. Tentunya ini jauh dari konsep pemidanaan yang sesungguhnya bertujuan untuk merehabilitasi terpidana. Bahkan fakta yang ada hari ini, beberapa narapidana dengan leluasanya membuat “aturan” sendiri dengan merubah hotel prodeo tersebut menjadi hotel bak bintang lima.

SUMBER :